Bebegig Sukamatri, Seni Yang Lahir dari Representasi Penjaga Kelestarian Alam
Bagian utara Kabupaten Ciamis memiliki bentangan alam yang menakjubkan. Bagaimana tidak, wilayah ini dikelilingi oleh pegunungan, pesawahan dan perkebunan yang asri. Letak wilayang yang ada di ketinggian ciamis ini sudah pasti menyuguhkan udara sejuk dan cenderung dingin.
Kekayaan alam di utara Kabupaten Ciamis bukanlah hal yang asing lagi. Hampir seluruhnya memiliki potensi dan banyak diantaranya menjadi daya tarik wisata alam. Salah satu wilayah di utara yang memiliki daya tarik yaitu Kecamatan Sukamantri.
Sukamatri adalah sebuah kecamatan paling utara di Kabupaten Ciamis yang dibentuk pada tanggal 23 Januari 2004. Sebelum resmi dibentuk, Sukamantri adalah sebuah kemantren (perwakilan kecamatan) di Kecamatan Panjalu.
Potensi wisata yang dimiliki Kecamatan Sukamantri sangat banyak. Kecamatan yang dulunya dikenal “Panjalu Utara” ini memiliki potensi wisata alam, wisata sejarah, wisata edukasi dan wisata budaya. Sukamantri memiliki kesenian yang lahir dari budaya terdahulu. Kesenian itu dikenal dengan nama Bebegig.
Asal-Muasal Bebegig Sukamantri
Bebegig Sukamantri merupakan sebuah tradisi kesenian yang berasal dari Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. Wujud dari Bebegig Sukamantri yaitu topeng besar yang menyeramkan berwarna merah, hijau, atau hitam dengan sepasang mata yang melotot, serta mempunyai dua taring gigi.
Nama Bebegig merupakan representasi penjaga lingkungan alam sekitar yang disebut Tawang Gantungan, sebuah bukit yang dikeramatkan karena terdapat hutan larangan. Wilayah ini oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai bekas kerajaan.
Tawang Gantungan tidak akan ditemukan di wilayah lain, di bawahnya ada lereng terjal yang disebut Panggeleseran. Di bawah Penggelesaran terdapat sungai yang mengalirkan air jernih dari mata air yang ada di sekitar lokasi.
Orang yang berkuasa di Tawang Gantungan pada waktu itu adalah Prabu Sampulur. Ia dikenal sakti dan juga cerdik. Prabu Sampulur memiliki keinginan untuk menjaga Tawang Gantungan dari gangguan orang yang punya niat jahat.
Berkat pemikiran mendalamnya, Prabu Sampulur membuat topeng-topeng dari kulit kayu yang dibuat sedemikian rupa menyerupai wajah yang menyeramkan. Agar lebih menyeramkan, ia menambahkan rambut dari ijuk kawung (Aren) dilengkapi atribut mahkota dari kembang bubuay (Rotan) dan daun Waregu.
Selain itu, ia juga menyematkan hiasan kembang hahapaan dan daun pipicisan. Selanjutnya topeng-topeng kulit kayu yang dibuat dipasang dipohon-pohon besar yang ada disekitar Tawang Gantungan. Konon, bila ada orang yang berniat jahat melihat topeng tersebut, seolah-olah melihat makhluk tinggi besar menyeramkan sehingga membuat takut.
Lama kelamaan, muncul inspirasi dari Sanca Ronggeng yang selalu menari-nari kegirangan bila mereka mendapatkan hewan buruan. Karena keseringan melihat gerakan Sanca Ronggeng, Prabu Sampulur memiliki inisiatif untuk memadukan topeng yang dipasang dipohon dengan tarian Sanca Ronggeng.
Bebegig Sukamantri Sebagai Warisan Kesenian Budaya
Kesenian bebegig masih ada dan bertahan di Desa Campaka, Kecamatan Sukamantri. Desa tersebut juga menjadi tempat pembuatan bebegig secara keseluruhan. Selain itu, Bebegig Sukamantri ini dipentaskan oleh Grup Seni Baladdewa.
Secara umum, berat Bebegig Sukamantri yaitu berkisar 25-40 kilogram. Penampilan kesenian Bebegig Sukamantri ditarikan oleh beberapa orang yang menggunakan topeng seram serta menari diiringi musik tradisimengikuti irama, sembari mengayun ayunkan sejata tajam berupa golok.
Pertunjukan kesenian Bebegig selalu berlangsung meriah. Ini disebabkan dengan penampilan gerakan atau tarian serta musik tradisi dan didukung oleh antusiasme warga yang ingin menyaksikan topeng menyeramkan itu menari-nari.
Selain rupanya yang seram, ternyata Bebegig Sukamantri memiliki fungsi sosial. Kesenian ini melambangkan persatuan dan kesatuan dalam menjaga dan melestarikan dan mengembangkan potensi daerah serta menumbuhkan rasa bangga terhadap jati diri kepribadian budaya lokal daerah.