Toleransi Antar Umat Beragama di Dusun Susuru, Kec. Panawangan, Contoh Nyata Unity In Diversity.
visitciamis.com. Kabupaten Ciamis menyimpan potensi yang tidak hanya budaya, sejarah dan pariwisata saja. Negeri Tatar Galuh ini ternyata masih memegang teguh kerukunan antar umat beragama yang saling bersinergi dalam segala hal kehidupan bermasyarakat.
Tatanan kehidupan antar umat beragama yang guyub dalam membangun suatu peradaban menjadi bukti unity in diversity yang sesungguhnya. Seperti di Dusun Susuru, Desa Kertajaya, Kecamatan Panawangan yang dihuni oleh masyarakat dengan keyakinan berbeda.
Diketahui, Dusun Susuru dihuni oleh masyarakat dengan 4 keyakinan yaitu Islam, Katolik, Protestan dan Penghayat. Meski demikian, masyarakat disana dilandasi toleransi yang tinggi dalam menjalani kehidupan sehingga tidak terjadi perselisihan.
Kehidupan masyarakat Dusun Susuru dalam bidang keagamaan sangat sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Bagi mereka, ada hal yang penting untuk dipertahankan yaitu kebersamaan dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perkembangan Agama di Dusun Susuru
Kepala Desa Kertajaya, Totoy menuturkan bahwa sebetulnya selain Dusun Susuru, Dusun Dayeuh Landeuh juga di huni masyarakat majemuk. Namun demikian, tempat ibadahnya itu berada di Dusun Susuru dalam satu komplek dan terletak di satu RT.
Dalam perkembangan agama di Susuru, Totoy menuturkan bahwa kemajemukan agama berawal dari ajaran Madrais. Ajaran ini dibawa oleh satu tokoh asal Dusun Susuru yang menimba ilmu di Padepokan Madrais yang ada di Kuningan pada paruh pertama abad ke-20.
Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Akhmad Satori pada tahun 2012. Pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa Madrais menjadi ajaran yang disebarkan di Dusun Susuru oleh salah satu tokoh tersebut.
Perkembangan ajaran Madrais atau dikenal juga dengan nama Agama Djawa Sunda (ADS) masuk ke Dusun Susuru yang awalnya di huni umat beragama muslim. Dari sanalah, beberapa masyarakat diantaranya mengikuti ajaran tersebut.
Baru pada tahun 1960-an, pemerintah melarang perkembangan ADS dan memerintahkan para pengikutnya untuk memasuki agama apapun sesuai pilihan mereka. Oleh karena itu, tak aneh jika banyak diantaranya menganut agama Katholik dan Islam.
Selanjutnya, beberapa umat agama Katholik karena merasa tidak cocok dengan keyakinannya kembali mendirikan ADS dengan nama Penghayat Kepercayaan atau Penghayat. Ada juga yang masuk ke agama Protestan. Cara pindahnyapun dipengaruhi oleh perkawinan dan mengikuti pemimpin ajaran.
Nilai-Nilai Toleransi Masyarakat
Dusun Susuru dikenal dengan kemajemukan keyakinan masyarakatnya. Meski demikian, mereka bisa hidup rukun berdampingan dan saling gotong royong tanpa melihat latar belakang keyakinan. Hal ini terus dijaga dan menjadi keunikan di Dusun Susuru.
Kerukunan antar umat bergama di Dusun Susuru yakni Islam, Katholik, Protestan dan Penghayat terlihat dari rumah-rumah ibadah yang berhadap-hadapan dan hanya terpisah oleh jalan. Seperti halnya gereja yang bersebrangan dengan pesantren dan rumah ibadah penghayat yang berhadapan dengan masjid.
Disamping rumah ibadah, masyarakat disana terbiasa terlibat di acara-acara keagamaan merkipun berbeda keyakinan. Seperti contoh, masyarakat muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri dan disepanjang jalan dusun juga terselip masyarakat yang berbeda agama dan mengucapkan selamat.
Begitupun umat Katholik ketika mengadakan sukuran Natal, umat-umat lain diundang untuk ikut menikmati hidangan yang disediakan. Rasa toleransi yang tinggi di masyarakat Dusun Susuru lah yang menjadi landasan untuk datang meskipun berbeda keyakinan.
Tidak hanya dari segi agama, masyarakat Dusun Susuru juga saling gotong royong dalam berbagai pembangunan, seperti pembangunan rumah ibadah. Masyarakat juga tidak akan mengadakan kegiatan di hari yang mana apabila salah satu agama sedang melakukan ritual keagamaanya.